BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Animasi


say...

Rabu, 11 Agustus 2010

SENANDUNG KEGALAUAN BINTANG KECIL

SENANDUNG KEGALAUAN BINTANG KECIL

oleh Ruaeind Er pada 11 Agustus 2010 jam 20:29

Semangat hidup tersirat dipucuk kecil matanya. Belain siksa jasmani tetap buatnya tegar. Dengan pelukan beberapa orang tersayang, tubuh mungil itu bagaikan gersang di padang pasir. Sebuah keheningan yang mekar lebat dalam keadaan diam. Penyakit ganas menggerogoti tubuh mungil itu. Tubuh yang tadinya telah mungil sekarang nampak tak berdaya. Tubuh yang tadinya mungilsekarang malah tercabik-cabik oleh keganasan penyakit ganas itu. Mulanya tumbuh secara diam, kini ia ingin menguasai tubuh mungilnya. Ya, penyakit ganas itu sekarang telah menjadi raja di tubuh mungilnya.

************************************

"Jalan satu-satunya hanya satu pak, bu?" kata dokter spesialis anak di sala satu rumah sakit milik pemerintah itu.

"Apa itu dok?"

"Kemoterapi". jawab dokter Hendra

Namanya dokter Hendra. Dokter yang pertama kali mengindentifikasi hadirnya tumor dalam diri adikku. Dokter yang sebenar-benarnya dokter. Bukan seperti dokter kebanyakan yang ada di Indonesia. Dimana mereka rela berbuat kotor demi mendapatkan gelar Doktor. Dulu pak Hendralah dokter yang emosi ketika mengetahui adikku terkena tumor akan tetapi tidak dari dulu terindentifikasi. Padahal kami sekeluarga telah mencoba di salah satu rumah sakit swasta dan jawaban dari mereka adalah "anak ini hanya terkena demam saja". Kini dengan penanganan medis yang sebenarnya dapat kami ketahui penyakit yang sebenarnya menggerogoti ketahanan anak kecil ini, adikku.

"Apa hanya dengan cara itu, anak kami dapat sembuh".

"Adakah cara lain dok?. Anak ini masi terlalu kecil untuk merasakan sakitnya penderitaan kemoterapi, dok". pasrah umikku

"Saya tau buk, itu hal terberat yang pernah ibu pilih tapi mau bagaimana lagi, kalau ibu ingin anak ini sembuh maka cara inilah yang harus ditempuh" saran dokter Hendra

"Dimana letak hati anda, apa segampang itu anda mengatakanya?. Anak ini belum mampu untuk melakukan itu semua. Lihatlah dengan hatimu, begini saja ia sudah kesakitan, apalagi dengan kemoterapi?". kini ibu menyalakan dokter Hendra

"Ibu saya tau seberat apa yang dirasakan ibu. Tapi hanya ini satu-satunya jalan. Asal anda tau, saya juga pernah mengalami hal serupa yang sekarang juga ibu alami. Saya juga sulit untuk menerimanya. Hinggah pada akhirnya, saya berhenti berhubungan dengan medis dan membiarkan anak saya terlantar di tempat tidur" dokter Hendra mencurahkan hal yang sama dengan sekarang yang kami alami.

"Apa itu benar dok?. Dan apa yang terjadi dengan anak dokter?" tanya umikku

"Ia kini sedang tidur di pelukan malaikat-malaikat Allah. Ia kini sedang tersenyum gagr bapaknya bisa menyelamatkan anak anda".

"Inalillahi wa inailaihirojiun". jawab sekeluarga kami

"Maafkan istri saya dok, yang lancang dengan mengatakan hal itu". ayahku merasa bersalah dengan kelakuan umi.

"Mboten nopo-nopo pak?. Itu sudah menjadi kewajiban sya untuk memberikan motivasi terhadap pasien saya. Walau itu akan menyakitkan diri saya, pak?".

"Subhanallah, semoga Allah membalas kebaikan bapak" doa kami

"amiin".

********************************

Sejak saat itulah adikku harus merasakan sakitnya kemoterapi. Sejak itulah rambut adikku berguguran layaknya musim kemarau yang menyerang pelbagai pohon disekitarnya. Penderitaanya kini mulai bermunculan. Kami sekeluarga tak tahan melihatnya. Air mata umi tak luput menjadikanya arti kesedihan mendalam. Tetapi apa yang dilakukan idikku telah menguatkan kami semua?. Senyumnya tetap merekah. Senyumya seperti kehidupan abadinya yang tak pernah hilang dari ingatanku. Bukan hanya menguatkan kami, senyum itu juga yang memberikan kami kekuatan untuk lebih mendekatkan diri terhadap Sang Khalik. Agar Sang Khalik sedikit memberikan mekjizat terhadap adikku. Walau kami tau itu harapan yang sia-sia. Harapan terpudar yang tak akan pernah terang.

********************************

"Bagaimana keadaan anak saya dok?".

"Alhamdulillah, lebih baik dari bulan-bulan kemarin"

Sekarang genap 5 bulan adikku berada diruang sunyi ini. Ruang yang kata sebagaian orang memuakan. Adikku saja ingin sekali pulang dan berada di tengah-tengah kehangatan keluarga kami dari pada disini. Kalau difikir secara logikadi rumah sakit tentu lebih nyaman, lebih sejuk dan tentu lebih bersih ketimbang rumah kami yang kumuh dan tak nyaman untuk adikku. Tetapi ada satu hal yang membuat ingin sekali berada di rumah yakni karena kasih sayang umi yang tiada batasan dan kehangatan keluarga kami yang lebih dari kehangatan rumah sakit bahkan dunia sekalipun. Siapa pun akan memilih rumah daripada berlama-laa berada di rumah sakit ini. Dan benar adikku sekarang tak mau makan, tak mau minum obat. yang dia inginkan hanya pulang ke rumah.

"Ayolah Ivan makan sedikit saja, agar Ivan cepat sembuh dan segera pulang ke rumah". pinta umiku

"Ndak mau mik, Ivan hanya ingin pulang, pulang dan pulang". rengek adikku

"Iya, Ivan harus makan dulu baru nantik boleh pulang sama pak Dokter" rayu umi

"Ndak, Umi pasti bohongi Ivan lagi, Ivan hanya ingin liat rumah untuk yang terakhir kalinya mik".

"Loo, Ivan ndak boleh bilang kayak gitu. Nantik siapa yang temenin umi pergi ke pasar kalau Ivan maunya itu iang terakhir kalinya. Iya besok Insyaallah Umi bilang ke pak Dokter agar Ivan di izinkan pulang,ya". tangis umi mulai keluar

"Janji mik ya?. Umi ndak akan bo'ongin Ivan lagi kan, janjikan mik?". Ivan sambil mengusap air mata yang jatuh di pipi putih umi ku.

"Iya, umi janji".

***********************

Memang kata terakhir yang kau ucapkan itu kini menjadi nyata. Kenyataan pahit yang harus kami terima. Umi kini juga telah kehilangan senyum indahnya. Mungkin hanya sementara atau malah untuk selamanya.Kami tak tau akan hal itu. Yang jelas kini senyummu hilang seakan di telan sinar cahya Rembulan. Pergi bersama angin kesedihan. Tak ada yang bisa kami perbuat. Tak ada. Hanya segelimtir doa saja yang bisa kami iringkan. Entah mengapa kita merasa bangga. Bukan bangga karena kau telah pergi, bukan. Tetapi bangga karna kau telah mengalahkan kebiadaban penyakitmu. Kau telah mengalahkanya dengan senyum mungilmu. Walau itu tak lepas dari mukjizat Tuhan. Kau tiada bukan kalah dari penyakitmu tetapi hanya karena takdir telah memanggilmu. Hanya sebuah ilusi dunia yang telah berani memanggilmu.Dan kelak kau akan dijadikan peri-peri surga. Peri-peri yang akan selalu mengawasi kami. Peri-peri surga yang akan selalu memberi cahaya kehidupan untuk kami. Kelak Umi jega akan menyusulmu untuk memberikan kasih sayang yang lebih dari ini.

Kelak, tunggulah diriku juga adikku sayang.

Selasa, 10 Agustus 2010

Doa Untuk MOM

Tak kusangka setelah sekian lamanya tiga tahun kami bersamamu sebegitu perihkah hidupmu. Kau menahanya untuk kami. Kami yang bukan siapa-siapamu. Kami yang tak ada arti bagimu. Kami yang dulu sangat membencimu. Tapi kau rela meluangkan keringat. Apa yang kami bisa balas untukmu?. Perih, kecewa dan kesedihan itu yang kami timpakan kepadamu. Apa engkau mendendam?. Tidak... tidak ternyata tidak sama sekali. kau masih peduli dengan lika-liu kehidupan kita. Kau masih mengaliri denyut nafas kami semua.
***************
Siang begitu panas tak terperihkan. Sengatan terang raja mitos Jepang memudari kulit kusammu. Engkau berjalan tegak di iringi derita di pundak. Kenapa?. Apa hanya tuk bertemu kami berdua. cerita lama itu ingin kau kemukakan untuk kami berduakah. Cerita pelangi di ujung kegelapan.

"Mom" Kata kami berdua serempak sambil di iringi ucapan salam, khas islam.
"Waalaikumsalam"
"Anak-anak ku sekarang kalian terlihat tambah besar, ya". kata bijak mulai keluar dari perempuan penuh gairah hidup ini.
"Ini semua juga berkat ibu, mungkin kalau kita tak dipertemukan Allah dengan ibu kami sudah terlantar tak jelas arah". kataku
"Subhanallah, sungguh kepribadian mu telah berubah" Bu yuni memberikan motivasi seperti ketika dul kala.
"Wah, ini juga anak Mom". lanjut beliau
"Kaifa haluk mom" Alan menimpali.
"alhamdulillah nak"
"Kabar kalia sendiri gimana lo" ibu malah balik bertanya
"Alhamdulillah mom, kami baik juga".
"kami kangen dengan mom, kangen denagn wejangan mom, kangen dengan serpiha seyunmu mom".
Hari inilah kami pertama kalih bertemu kembali dengan beliau. Semerbak harum mawar merekah dipertemuan kami dengan beliau. Mentari kecil yang menerangi besarnya kegelapan malam kami. Aku dan Alan.
******************
Setelah lama menunggu, akhirnya bu Yuni selesai juga dengan urusan kantornya. Beliau mengajak kami membeli makan di salah satu resto dekat kantornya. Saat-saat seperti inilah yang kami kangenin. keadaan inilah yang dulu pernah merekat dihati kami, anak-anak beruntung yang lebih beruntung dari pada anak-anak yang lain.
"Nak, sebenarnya ibunmu dikeluarkan dari kepengurusan anak Yatim". tiba-tiba beliau berkata seperti itu.
"Yang bener bu, kenapa?. Ceritakanlah sama kami berdua" serempak Aku dan Alan.
"Ibu bingung dengan kelakuan mereka, ketika mereka ingin ibu bertahn disini, ibu lakukan hal itu. Akan tetapi tiba-tiba mereka begitu cepat berubah".
"Hanya karena masalah sepeleh, ibu dilakukan seperti ini, hanya karena mereka tak tau yang sebenarnya terjadi". sambung ibu
"Terus apa yang akan ibu lakukan" tanyaku
"Ibu tak tau, ibu layaknya ombak yang terombang-ambing di tengah lautan luas, ibu butuh tiang yang kuat untuk berpijak".
Serempak terlontar dari mulut kami berdua "Nikah Mom".
"ya ibu tau akan hal itu, walau tak ada pendamping itu".
"Tak apa mom, karena Indra tau hanya orang-orang yang beruntung yang dapat meminang ibu".
lantas, Beliau tersenyum getir.
"Semua kehidupan didunia inika udah ada yang ngatur to bu, so, ihktiar aja terus". nasehatku sok dewasa
"Kalian memang anak-anakm mom, terimah kasih ya nak".
**************
Sore itu sinar mentari tak jelas asa. Redup. Seolah ia turut kecewa dengan mendungnya hati ibu kami tercinta. Apa yang bisa kami lakukan Tuhan?. Apa kami hanya bisa diam, diam dan diam?. Baru kali ini kami liat setitik air mata kasih syangnya jatuh dihadapan kami. Air mata yang menandahkan kekecewaan hati beliau. Kenapa, hidup beliau seperti ini terus?. Inikah tanda orang besar. Harus melewati pelbagai tikungan tajam. Sekeras inikah karang yang harus beliau hancurkan. Jangan menyerah Mom. Karena engakau ,masih punya kami. Laskar Pelangimu. Yabg kau banggakan dengan cinta dan kasih sayang. Serta kau bumbui dengan kucuran keringatmu. Kami aka ada selalu di keningmu. Agar kau tau, ibu tak pernah sendiri. Agar ibu tau pelangi ini masih terang. Doa kami adalah cahaya pelangimu. Walau kami tau itu tak penting bagimu. Karena engaku Ahwad yang tegar. yang tak akan runtuk hanya dengan giringan ombak kecil. Kau bagaikan sesosok terang dalam gelap di hidup kami. layaknya pelagi indah di malam hari. Memang tak mungki tapi tiulah kenyataanya. Kerja kerasmu menjadikan kami sekeras baru karang.
Mom, kami akan selalu ada untumu. Hanya inilah yang bisa kami berikan. Hanya sebuah tulisa busuk untukmu. Tersenyumlah mom. Karena senyummu itulah pelangi kami.

Senin, 26 Juli 2010

Gerimis malam

Gerimis malam membuat suhu dingin semakin dingin. Gemericik air hujan menambah keindahan alam tersendiri untukku. Semilir angin malam juga telah merasahkan malam ini. Kurasakan hal yang berbeda dengan yang sebelumnya. Sebuah waktu yang tak mungkin untuk kuulang kembali. Sebuah kenyataan pahit yang akan terus menghantuiku.

Ya, sore itu akan selalu kuingat. Akibat dari tindakan bodoh dan konyol ini, membuat orang yang kucintai pergi. Orang yang selama ini membimbingku hinggah menjadi seperti ini pergi. Pergi yang mungkin takkan kembali. Inikah sore menyahitkan untukku.

Bruak???. “suara pintu kutendang keras”.

“Astahgfirullah”. Pekik ibuku.

Ada apa toh nak, tiba-tiba datang lalu membanting pintu keras-keras.

“Jangan sok alim deh bu, pakai menyebut asma Allah segala,seharusnya ibu itu malu”.

Sergapku dengan nada oktraf yang paling tinggi.

“Apa salah ibu hingga bisa-bisanya kamu bicara seperti ini sama ibu”

Tanya ibu.

“Ibu ini pura-pura tak tau atau memang sengaja dilupakan, jangan berlagak pikun bu?”.

Bentakku.

“Ibu yang mengusir istriku, ibukan yang ingin ia segera angkat kaki dari rumah ini. Apa salah dia bu?. Hingga tega-teganya ibu berbuat seperti itu. Dia itu juga anak ibu. Apa ibu sudah tidak lagi menganggapnya sebagai menantu. Dialah yang akan memberi cucu untuk ibu. Kurangkah semua kebaikan ia untuk mu, bu?”. Serkahku.

“Plak…”. Kini ibu menamparku.

“Apa yang kamu bicarakan nak?. Tidakkah kau berfikir jernih dengan mengatai sendiri ibumu ini. Jangan kau terlalu mencintai istrimu hingga kau tega melakukan hal seperti ini. Jangan kau lebihkan cintamu dari apa yang kamu sembah. Ibumu ini yang menyusuimu. Yang selalu ada jika kau sedih. Yang selalu ada menyelimutimu dengan belaian kasih sayang. Apa mungkin ibumu ini tega berbuat itu semua”. Jawab ibu disertai setitik air mata kasihnya.

Tidak nak, jika kau menilai ibumu seperti ini. Kau bukan hanya melukai perasaan ibu. Tetapi kau juga telah menjauhkanmu dati pintu surga. Lalu, apa gunanya dulu ibu memasukan mu ke pesantren. Apa gunanya?.

Lama yang terdengar hanylah sepi, sunyi dan memilukan. Begitu cepat kejadian tadi berlangsung. Begitu cepat semua yang kukatakan tadi berubah manjadi sebuah penyesalan. Tanpa fikir panjang kukejar lari ibu. Kukejar dan terus kukejar tapi entak mengapa yang ada hanyalah angin dan kosong. Terasa kakiku mulai lumpuh,hingga membuatku sulit untuk berlari lagi. Sampai kudengar suara benturan keras.

“Brak”???. Dari kejauhan.

“Tolong mas, tolong jangan diam saja mas, begitu?. Pinta seorang sopir.

Aku mendekatinya dan melihat siapa orang yang telah ia tabrak. Kulihat wajahnya seperti yang telah aku kenal. Wajah yang begitu kucintai sampai membuat aku tega bicara kasar dengan ibu.

“iiitu-iiituuu istriku”

“TIDAK”. Jeritku.

Saa kulihat disampinya, ia telah bersama orang yang juga telah kukenal.

“Mas Hadi” pekiku

“Kenapa kau ada disamping isriku?”.

Lama fikirku melayang seraya teringat akan ucapan ibu. Aku berlari mencarinya lagi. Semua seperti sia-sia. Beliau telah pergi entah kemana. Yang tersisa hanya angin dan perih.

Setelah semua kejadian itu, aku baru mengerti akan apa yang dimakskud beliau sebelum pergi. Akan apa yang ingin sekali beliau sampaikan. Tapi beliau tak bisa mengatakanya, bukan tak bisa beliau mencoba untuk menutupinya. Karena beliau tau betapa aku mencintai istriku. Karena beliau tak mau menyakiti perasaanku tentang hubungan gelap antara istriku dengan kakakku,”Mas Hadi”.

Betapa rasa penyesala yang muncul begitu dalam. Betapa sakitnya beliau setelah kucaci-maki. Aku tak tahu diaman keberadaan beliau sekarang ini. Keberadaan yang selalu kucari. Apa mungkin beliau masih sehat atau malah telah tiada. Kenapa rsa penyesalan begitu datan gfatang terlambat. Ibu aku akan terus mencarimu.

Sekarang yang tersisa hanya luka. Luka yang begtu sulit untuk diartikan. Ibu kau memang segalanya untukku. Yang selalu memberika kekuatan ataupun pilihan terbaik untuk hidupku ini. Maafkan anakmu ini sampai tega membunuh perasaanmu. Semoga sajakau mengampuni semua kesalahan diri ini. Kelak semoga kita dapat bertemu diatas sana.

“Tesss-tess”. Darah ku mengalir.

SELAMAT TINGGAL DUNIA.

Pengarang: DS. Rendra.

Kamis, 22 Juli 2010

Pengen Nulis, Coba Aja

Menulis bukan hal yang sulit. Bagi anda yang ingin menulis jangan jadikan itu sebuah hobby tetapi ikhlaskanlah untuk beribabadah kepada Allah.